Membaca Partai Gelora Pasca Keluarnya Ahmad Nur Hidayat


 Oleh : Abdullah Amas
(Direktur Eksekutif ATUM Institute)

Beragam tanggapan saya lihat pasca keluarnya Ahmad Nur Hidayat dari keanggotaan Partai Gelora dan dari Ketua Bidang Kebijakan Publik DPN Partai Gelora


Keberadaan Ahmad Nur Hidayat di Partai Gelora membuat Partai Gelora begitu pedas menanggapi banyak isu-isu publik. Kadang kalau kelewat tajam dia kelihatan tak membawa embel - embel posisi di Partai Gelora. Konon yang mulai tak kelihatan juga adalah Rahman Toha, Mantan Ketum PP KAMMI dan salah satu pimpinan The Future Institute lembaga yang didirikan oleh Anis Matta yang membawa Keluarga Besar Alumni KAMMI ke Anies Baswedan sementara makin kesini Partai Gelora terlihat para Pimpinannya makin pro Prabowo.


Kita kalau memakai istilah Anis Matta kurang lebih kalau pun bertahan bukan untuk tenggelam bareng, kita belum tahu apakah Ahmad Nur Hidayat masuk katagori ogah tenggelem bareng atau malah keliru ambil langkah keluar dengan hebatnya strategi Partai Gelora eksis ditengah oligharki yang terus menguat sehingga pakai strategi khusus menghadapinya. 


Partai Gelora juga masih belum maksimal memunculkan orang-orang Anis Matta bahkan diduga orang - orang Anis Matta masih banyak di PKS atau independen. Misal Mantan Anggota DPR dan sama-sama seperti Fahri Hamzah pernah jadi Wartawan Suara Hidayatullah dan pernah jadi Ketum PP KAMMI yaitu Andi Rahmat belum kelihatan bagaimanapun padahal pemikiran kritis soal ekonomi amat diperlukan. Info yang saya dengar masih fokus urus Bisnis dan belum mau kembali ke Politik.


Kala Anis Matta memimpin PKS. Yang tidak bersama barisan Anis Matta diantaranya adalah Misbakhun yang memilih pergi ke Golkar setelah keluar dari penjara, Misbakhun sosok yang dikenal kaya lalu masuk PKS dan ikut memperjuangkan terbongkarnya Kasus Century 




Keluarnya Ahmad Nur Hidayat tentu menutupi histeria kebahagiaan sebagian kalangan bahwa di partai masa lalu Anis Matta masih banyak yang pro diam-diam ke Anis Matta bahkan makin mengakar termasuk di posisi top level PKS namun kita tetap menunggu seni Anis Matta memimpin lebih jauh dan sekaligus kiprah Ahmad Nur Hidayat. Sejatinya Ahmad Nur Hidayat sosok yang lumayan kerja keras turun kebawah membesarkan Partai Gelora. Dan Perpisahan baik-baik memang hal yang baik meski kalau tak ada ucapan terimakasih pada pimpinan Partai diperpisahan itu menandakan ada sedikit gunjalan di hati yang mundur. Kita doakan yang terbaik bagi Partai Gelora dan Ahmad Nur Hidayat, bisa jadi ada salah satu ijtihad dari keduanya yang benar dan berhasil untuk Indonesia dan sejarah yang akan membuktikan

 
Keterangan Gambar : Abdullah Amas, Penulis adalah Mantan Wasekjen PB-HMI dan Direktur ATUM Institute  

Fenomena Keluar Masuk Partai. Ini sesion penulis kedua ;
------------------------------------------------------------------------------

Tulisan Kedua : 
Dari Kyai Abrar Rifai


Keluar Masuk Kita Buat Asyik Aja! 

Sungguh menyenangkan semua orang itu adalah pekerjaan sia-sia, sampai kiamat pun tak akan pernah ada orang yang sanggup melakukannya. 

Maka, usah hirau dengan kesenangan atau kebencian orang, sebab itu hanya akan menimbulkan beban yang tidak perlu dalam kehidupan. 

Menyenangkan Tuhan itu adalah tuntutan yang tidak bisa ditawar, walau ternyata seringkali kita tidak bisa bisa melakukannya. Tapi kita tetap berupaya menyenangkan Tuhan, terlepas orang suka atau tidak suka. 

An-nas ajnas, an-nas anwa', annas asykal wal alwan. Menuso kuwi reno-reno, akeh maceme, akeh modele, akeh karepe. Lha nek kabeh arep mbok urusi, iso dadi gendeng dewe kowe! 

Percayalah, saat kau tertawa, akan selalu ada yang berujar bahwa kau terlalu over bahagia. Padahal tertawa itu alami saja, reaksi atas kesenangan yang kita lihat atau kita rasakan. 

Tapi saat kau nenangis, mereka pun akan mencemooh bahwa kita cengeng, gembeng dan cemoohan serupa lainnya. 

Di tengah masalah yang sedang mendera, kita berupaya tersenyum, mereka pun akan berujar bahwa kita pura-pura bahagia. 

Tapi kalau kita cemberut karena masalah tersebut, mereka akan berteriak, bahwa kita sudah kelihatan aslinya tak berdaya: masalah begitu saja sudah baper! 

Giliran kita diam atas semua permasalahan yang ada, mereka kembali mengejek, bahwa kita dungu, tak tahu apa yang harus dilakukan. 

Tapi kalau kita bicara dan mengurai tentang masalah tersebut, mereka sekarang akan berujar bahwa kita banyak omong. Omong doang, tapi tidak datang langsung membenahi masalah. 

Lha Indonesia ini luas, Bos. Kalau setiap masalahnya besar kecil harus didatangi satu-satu, justru akan membuat terbengkalai pekerjaan besar. 

Begitulah, sekali lagi karena manusia berupa-rupa, berjenis-jenis dan bermacam-macam, maka mengelola mereka tidaklah semudah mengelola kambing atau bebek, yang digiring dengan hanya satu tongkat kayu saja sudah nurut kemana arah penggembala menginginkan mereka. 

Mengelola partai modern, beda dengan mengola jamaah primitif, yang ketaatan didasarkan pada baiat. Maka kemudian konsekuensinya adalah ketaatan tanpa reserve. Karena relasinya adalah qiyadah dan jundi. 

Sedang pada partai modern, semua orang bebas saja bicara. Semua orang tidak ada yang dibungkam. Mau berceloteh, mau meng-ghibah, mau menyerang terang-teranganan pun tidak dilarang. 

Mau keluar dari partai pun tidak dilarang. Karena dalam perkumpulan apapun, yang namanya orang kecewa, bebas saja memilih, mau keluar atau tetap bertahan. Yang keluar tidak akan disebut sebagai pengkhianat sebagaimana yang terjadi pada jamaah, yang dibungkus partai politik.  

Ada banyak pemantik kekecewaan pada orang, yang sering terjadi adalah relasi antara pengurus di daerah yang tidak singkron satu sama lain. Jadi tidak terkait langsung dengan tata kelola partai secara Nasional. 

Ada yang terkait pencalegan, yang secara finansial tidak berdaya, tapi berharap mendapat garansi keterpilihan. 

Ada lagi yang secara finansial sebenarnya berdaya, tapi merasa dirinya tokoh dan percaya diri pasti jadi, maka kemudian meminta agar pencalegannya sepenuhnya dibiayai partai. 

Gelora adalah partai yang memang murni partai, bukan jamaah yang mempunyai sayap-sayap lembaga infaq, zakat dan shodaqoh yang bisa dipergunakan seenaknya saja untuk pencalegan caleg tertentu. Karena dianggap bahwa Caleg itu adalah bagian dari kerja dakwah. Jadi sah-sah saja, walau harus pakai dana ZIS. 

So, bagi yang ingin tetap bertahan dengan segenap payah dan bahagia, monggo. Tapi yang mutung kecewa, karena beragam sebab, silakan juga. Asal tetap bahagia. 

Sebab hidup ini tetap harus dibuat bahagia, terlepas kita berhimpun di mana saja dan bersama siapa saja. Sebab Al Arwah junud mujannadah! (Abrar Rifai)
 



Komentar