ATUM INSTITUTE MEDIA : Profile Ketua Majelis Syuro Pertama PBB Mohammad Soleiman


 Assalamualaikum #SobatPBB,


Siapakah ketua Majelis Syuro PBB pertama?


Ia adalah Mohammad Soleiman. Mohammad Soleiman berasal dari Gorabati, Pulau Tidore, Maluku Utara (Malut). Pada pemilu 1955, ia terpilih mewakili Masyumi Maluku sebagai anggota parlemen RI. Sejak itu ia pindah dari Malut ke Jakarta. Ketika Masyumi bubar ia tetap di Jakarta. Ia selalu berkumpul dengan tokoh-tokoh Masyumi lainnya. Ia kerap datang bersama Dr. Anwar Harjono jika diminta menghadap M. Natsir, mantan Ketua Umum Partai Islam Masyumi. Ia pun aktif di Muhammadiyah dan Dewan Dawah.


Saat Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) berdiri Mohammad Soleiman terlibat di dalamnya. Bahkan dalam Muktamar Parmusi I di Malang, Mr. Mohamad Rum terpilih sebagai Ketua Umum, ia menjadi Sekretaris Jenderalnya. 

Pada era Orde Baru, Parmusi difusi dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ia tetap berkiprah di dalamnya dan terpilih menjadi anggota parlemen selama dua periode. 

Mohammad Soleiman berperan penting dalam terbentuknya Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) dan Badan Koordinasi Ummat Islam (BKUI). Dalam Musyawarah Nasional (Munas) BKUI, 10 Juni 1998, ia terlibat dalam inisiasi pembentukan partai Islam penerus Masyumi. Beberapa nama yang diusulkan: Partai Kiblat Ummat (PKU), Partai Amar Ma’ruf Nahi Munkar (PAMNM), Partai Islam Bersatu (PIB), Masyumi dan Partai Bulan Bintang (PBB).

Pada hari Jumat, 23 Rabiul Awwal1419 H/17 Juli 1998 secara resmi PBB didirikan dan dideklarasikan. Semuanya berjumlah 38 orang, dari wakil ormas dan lembaga Islam. Dalam susunan kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PBB, ia ditetapkan sebagai Ketua Majlis Syuro. Ia diminta Anwar Harjono mendampingi Yusril Ihza Mahendra sebagai Ketua Umum DPP PBB.

Sebagai Ketua Majlis Syuro (MS), ia merumuskan suatu keputusan MS yang cukup penting dan bersejarah yaitu, fatwa haram kepemimpinan wanita dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini diputuskan dalam rapat MS, 13 Juli 1999 yang dipimpinnya. Fatwanya antara lan: “Wanita haram hukumnya menjadi Presiden/Kepala Negara”.



Komentar