Sekali Lagi, Mengenang Ketum Pertama PUI (Partai Ummat Islam) Prof. Deliar Noer


Prof Deliar Noer mengawali kariernya sebagai penyiar RRI pada tahun 1947. Pekerjaan ini dilakoninya untuk membiayai pendidikannya. Setelah itu ia pergi ke Singapura menjadi staf perwakilan Departemen Perdagangan RI. Ia pernah menjadi wartawan koran "Berita Indonesia" dan majalah bulanan "Nusantara".

Tahun 1950 ia ditunjuk menjadi Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Jakarta. Tiga tahun kemudian ia terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar HMI. Dari organisasi inilah kemudian ia berkenalan dengan tokoh-tokoh nasional seperti HamkaNatsir, dan Mohammad Roem.

Tahun 1951 ia bekerja sebagai staf Departemen Luar Negeri. Sepulang dari Amerika Serikat pada tahun 1963 ia menjadi dosen di Universitas Sumatra Utara. Di universitas ini ia hanya mengajar selama dua tahun sebelum akhirnya diberhentikan oleh Syarif Thayeb, yang menjabat sebagai Menteri Ilmu Pengetahuan Alam dan Pendidikan. Ia dituduh subversi dan dianggap sebagai kaki tangan Amerika Serikat.[3]

Pada tahun 1967 ia menjabat sebagai rektor IKIP Jakarta (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta). Di bulan Juni 1974, ia kembali diberhentikan karena kritis terhadap tindakan represif pemerintah dalam penanganan Peristiwa Malari. Setelah dilarang mengajar di seluruh Indonesia, ia menerima tawaran untuk menjadi peneliti dari Universitas Nasional Australia. Tahun kedua di Australia, ia menjadi dosen tamu di Universitas Griffith.[4] Setelah mengajar selama lima tahun, ia dan Mohammad Natsir membentuk Lembaga Islam untuk Penelitian dan Pengembangan Masyarakat.

Pada awal era Orde Baru, ia menjadi staf penasihat Presiden Soeharto. Lalu ia mengundurkan diri karena perbedaan ideologi dengan Soeharto. Bersama dengan Mohammad Hatta, ia mendirikan Partai Demokrasi Islam Indonesia. Namun partai itu tidak disetujui oleh pemerintah. Di era reformasi, ia mendirikan Partai Ummat Islam. Tetapi dalam Pemilu 1999, tidak mendapatkan cukup suara untuk melampaui ambang batas parlemen .[5]


Keluarga[sunting | sunting sumber]

Pada bulan April 1961, Deliar melangsungkan pernikahannya di Amerika Serikat dengan seorang gadis Mandailing, Zahara Daulay. Dari perkawinannya dengan Zahara, ia dikaruniai dua putra, yaitu Muhammad Dian dan Muhammad bin Deliar Noer. Namun putranya yang kedua meninggal sewaktu kecil.

Bibliografi[sunting | sunting sumber]

  • Islam & masyarakat (2003)
  • Islam & politik (2003)
  • Mohammad Hatta, hati nurani bangsa 1902-1980 (2002)
  • Membincangkan tokoh-tokoh bangsa (2001)
  • Mencari Presiden (1999)
  • Aku bagian ummat, aku bagian bangsa: otobiografi Deliar Noer (1996)
  • Mohammad Hatta: biografi politik (1990)
  • Culture, philosophy, and the future: essays in honor of Sutan Takdir Alisjahbana on his 80th birthday (1988).
  • Perubahan, pembaruan, dan kesadaran menghadapi abad ke-21 (1988).
  • Partai Islam di pentas nasional 1945-1965 (1987).
  • Administrasi Islam di Indonesia (1983)
  • Islam, Pancasila dan asas tunggal (1983).
  • Mengenang Arief Rahman Hakim (1983).
  • Bunga rampai dari Negeri Kanguru (1981)
  • Administration of Islam in Indonesia (1978).
  • Sekali lagi, masalah ulama-intelektuil atau intelektuil-ulama: suatu tesis buat generasi muda Islam (1974)
  • Guru sebagai benteng terakhir nilai-nilai ideal; tuntutan: bekerja tertib (1973)
  • The modernist Muslim movement in Indonesia, 1900-1942 (1973)
    • Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (terjemahan) (1990)
  • Beberapa masalah politik (1972)
  • IKIP D Sewindu: pidato/laporan Rektor pada Dies Natalis ke VIII IKIP D, diutjapkan pada tanggal 20 Mei 1972 (1972)
  • Kitab tuntunan untuk membuat karangan ilmiah, termasuk skripsi, (1964).
  • The rise and development of the modernist Muslim movement in Indonesia during the Dutch colonial period 1900-1942 (1963).
  • Partisipasi dalam pembangunan (1977)
  • Pengantar ke pemikiran politik (1965):3

Komentar