Ini Sosok Atum S.H Dan Tulisannya Yang Viral Mengkritik Keras WTO Sebagai VOC Gaya Baru


 DIMANA ADA KEMAUAN DISITU ADA JALAN ( Catatan: EINSTEIN 1922 )

Itulah salah satu prinsip yang dipegang Pengacara ini. Atum S.H dikenal juga sebagai pemimpin di LPHKI (Lembaga Pengkajian Hukum Ketenagakerjaan Indonesia), CEO ATUM INSTITUTE (Analisa Teruji Madani Institute) Dan Sejumlah Organisasi Buruh. Publik pernah melihatnya di TV One dan sejumlah diksusi offline membahas berbagai hal utamanya soal Hukum dan lainnya.


Kritik keras pada WTO 

 Seperti diketahui Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) periode 2005-2013 Pascal Lamy turut buka suara, terutama perihal kebijakan larangan ekspor bijih nikel yang mendapat protes keras dari Uni Eropa dengan menggugat Indonesia di WTO.

Menurut dia, Pemerintah Indonesia sejatinya mempunyai beberapa alasan untuk melarang ekspor bijih nikel ke luar negeri. Misalnya, karena sebagai upaya untuk melindungi lingkungan dengan membatasi kegiatan eksploitasi secara berlebihan atau untuk mengamankan pasokan dalam negeri.

"Tergantung apakah ini dianggap sebagai tindakan melindungi lingkungan dengan kata lain eksploitasi berlebihan jika tambang mengarah pada konsekuensi lingkungan negatif dalam hal ini ada alasan melakukan itu atau apakah itu untuk melindungi produsen dalam negeri. Dalam hal ini lebih seperti proteksionisme di mana kita melindungi produsen dalam negeri dari persaingan," jelasnya dalam program Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Selasa (21/2/2023).

Di sisi lain, ia menyadari proses pengajuan banding Indonesia atas keputusan panel WTO terkait kebijakan larangan ekspor nikel kemungkinan tidak berjalan mulus lantaran Amerika Serikat keluar dari Badan Sengketa WTO. Namun ia meyakini Indonesia dan Uni Eropa akan tetap menyelesaikan sengketa ini dengan sebaik-baiknya.

"AS sudah keluar dari fase penyelesaian sengketa WTO. Kabar baiknya negara seperti Indonesia dan Uni Eropa masih menerapkan disiplin dan proses ajudikasi, saya pikir ini adalah proses penyelesaiannya," ucapnya.

Seperti diketahui, atas gugatan Uni Eropa terkait kebijakan larangan ekspor bijih nikel RI, panel akhir Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) WTO pada Oktober 2022 lalu telah menyatakan Indonesia kalah dalam gugatan ini.

Kekalahan ini tertuang dalam hasil putusan panel WTO yang dicatat dalam sengketa DS 592. Adapun final panel report tersebut sudah keluar pada tanggal 17 Oktober 2022.

Meski demikian, pemerintah mengaku tidak akan menyerah. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyampaikan Pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang kuat untuk melanjutkan kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah sebagai upaya peningkatan nilai tambah di dalam negeri, utamanya melalui hilirisasi di berbagai sektor potensial termasuk hasil tambang dan olahannya.

Hal tersebut merespons perlakuan Uni Eropa ke Indonesia terkait dengan larangan ekspor bijih nikel RI yang memicu gugatan Eropa ke WTO.

Zulkifli mengatakan pemerintah secara resmi telah mengajukan banding atas putusan WTO pada 8 Desember 2022 lalu, yang menyatakan kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi nikel melanggar aturan perdagangan internasional.

Namun, Indonesia dan Uni Eropa masih menunggu terbentuknya hakim oleh Badan Banding WTO yang saat ini belum ada lantaran terdapat blokade pemilihan Badan Banding oleh salah satu Anggota WTO yakni Amerika Serikat.

"Dengan adanya blokade tersebut, sudah ada 25 kasus banding yang menunggu antrian untuk berproses (litigasi) di Badan Banding WTO," ujar Zulhas kepada CNBC Indonesia, Senin (13/2/2023).

Meski demikian, Pemerintah Indonesia dan kuasa hukum telah menyiapkan argumen untuk menguji keputusan panel awal yang dianggap keliru dalam menginterpretasikan aturan WTO. Pasalnya, Indonesia meyakini kebijakan hilirisasi tidak melanggar komitmen Indonesia di WTO dan Indonesia akan tetap konsisten dengan aturan WTO.

Menurut Zulhas, kebijakan peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi menuju mata rantai nilai yang lebih tinggi akan tetap menjadi prioritas, terutama untuk memastikan keberlanjutan pembangunan nasional menuju Indonesia 2045.

"Untuk itu pemerintah siap untuk melakukan pembelaan atas sektor ataupun produk Indonesia dan mengamankan dari sisi akses pasar Indonesia di pasar global," katanya.

Inilah tulisan Atum S.H yang viral itu :

Dibawah ini tulisannya yang mengkritik keras WTO

ATUM Institute: Eropa Dan VOC Gaya Baru Di Indonesia

 

Ditulis oleh: Atum Burhanudin.SH. Sekjend Federasi Serikat Pekerja Kependidikan Seluruh Indonesia (FSP.KSI-KSPSI)

Indonesia dikenal dengan sebutan Jamrud Katulistiwa, Ratna Mutu Manikam (Multatuli) nan Elok dan eksotis, sehingga disimbolkan sebagai negara yang gemah ripah loh jinawi.Begitulah bangsa bangsa di dunia, menyebut negara Indonesia sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang berlimpah tak terkecuali hasil pertambangan mineral seperti nikel, bauksit dan timah. Hal ini tentunya menjadi incaran dunia tak terkecuali negara-negara Eropa yang menguasai hasil bumi Indonesia dalam bentuk mentah.

Namun, yang dilakukan oleh negara-negara Eropa mirip seperti yang dilakukan VOC pada zaman penjajahan Belanda dulu. Negara-negara Eropa saat ini dinilai hanya ingin menguasai hasil sumber daya alam dari Indonesia tanpa ingin memberikan nilai tambah.

Dan ketika Indonesia melarang hasil ekspor dalam bentuk mentah, Uni Eropa justru menggugat Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) terkait dengan ekspor bijih nikel.


Dulu pada waktu VOC datang ke Indonesia dengan tujuannya awal adalah berdagang, kemudian setelah berdagang banyak untungnya mereka memaksakan untuk menyerahkan hasil bumi Indonesia ke Eropa karena mereka sangat membutuhkan rempah-rempah dari Indonesia. Oleh sebab itu, jika dilihat saat ini negara Eropa sangat kental dan terindikasi jika penjajahan di masa VOC dahulu seperti terulang kembali dengan adanya intervensi negara-negara Uni Eropa saat ini yang utamanya terhadap melimpahnya sumber daya mineral Indonesia yakni nikel yang berasal dari Sulawesi, Maluku Tenggara, dan Papua.

Nikel sendiri diketahui bakal menjadi komoditas yang strategis di masa depan. Melalui sumber mineral ini, ekosistem kendaraan listrik berbasis baterai akan terbangun. Sehingga negara-negara yang mencoba untuk mempermasalahkan ekspor nikel ini latar belakangnya sebenarnya ingin menguasai sumber daya alam kita demi kemakmuran mereka.

Akan tetapi mereka melupakan bahwa pemerintah Indonesia saat ini tidak ingin terulang VOC dahulu terulang kembali dan dengan tegas pemerintah RI saat ini menyampaikan mari kita membangun ekonomi dunia dengan semangat kerja sama yang baik dan saling menguntungkan dan Indonesia memiliki hak kedaulatan untuk mengelola langsung segala sumber daya alam yg dimiliki saat ini.


Seperti diketahui, Indonesia telah resmi mengajukan banding atas putusan WTO yang menyatakan kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi nikel melanggar peraturan perdagangan internasional. “Indonesia telah memberitahu Badan Penyelesaian Sengketa tentang keputusannya untuk mengajukan banding atas laporan panel dalam kasus yang dibawa oleh Uni Eropa dalam ‘Indonesia – Tindakan Terkait Bahan Baku’ (DS592),” ujar situs resmi WTO dikutip Rabu, (14/12/2022).

Pada November lalu, Indonesia kalah dalam gugatan Uni Eropa di Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) WTO terkait larangan ekspor bijih nikel sejak awal 2020.

Setidaknya, ada beberapa peraturan perundang-undangan yang dinilai melanggar ketentuan WTO. Pertama, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).

Kedua, Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Ketiga, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian. Keempat, Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020: Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Ttd

Atum Burhanudin.SH

Pengamat Publik di ATUM (Analisa Teruji Madani ) Institute.

Komentar