ATUM Institute : Masduki Thaha Bicara Yusril

 

Pengantar

Pada tahun 1999 selangkah lagi Yusril Ihza Mahendra terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Dalam Sidang Umum MPR RI dengan agenda pemilihan presiden, Yusril adalah satu-satunya Calon Presiden yang telah mendaftar dan memenuhi semua persyaratan pencalonan presiden. Sesuai aturan, jika hanya ada satu calon maka MPR secara aklamasi menetapkannya sebagai Presiden.

Namun dengan berbagai desakan dan pertimbangan dia memutuskan mundur dari proses pencalonan, sesaat sebelum pemungutan suara berlangsung. Kala itu dia memang masih sangat muda, 43 tahun. Dia cukup tahu diri dan rendah hati utk memberikan jalan bagi tokoh-tokoh senior untuk tampil memimpin negara. Alhasil, terpilihlah tokoh Nahdlatul Ulama’ (NU), KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi Presiden RI ke-4.

Kini 2023, setahun menjelang Pemilihan Presiden namanya kembali memecah jagat politik nasional. Sepanjang Januari hingga Februari ini namanya menjadi bunga media. Setiap hari. Namanya disebut setiap hari, hampir oleh semua orang. Dari kalangan paling atas hingga yang paling bawah. Baik para akademisi maupun kaum praktisi.

Rupanya kini Bangsa Indonesia memanggilnya untuk tampil kembali dalam kontestasi Pilpres 2024. Kemampuan keilmuan dan pengalamannya dalam hukum dan ketatanegaraan serta keahliannya dalam menemukan solusi dari banyak persoalan kehidupan berbangsa dan bernegara tampaknya menjadi jaminan kepercayaan baginya untuk menjalankan tugas memimpin negara.

Yusril memang memenuhi semua persyaratan untuk memimpin negara besar Indonesia. Keilmuan, pengalaman, keberanian, dan keteguhan sikapnya telah teruji dengan sangat meyakinkan. Sayangnya, dia tidak memiliki dukungan politik yang memadai. Partainya, Partai Bulan Bintang sudah 3 periode gagal masuk parlemen. Tidak bisa mengajukan calon presiden dalam pemilu.

Peluangnya untuk mengikuti kontestasi pilpres hanya jika ada partai politik atau gabungan partai politik dengan perolehan suara memenuhi presidential threshold di pemilu 2019 yang mau mengusungnya sebagai capres atau cawapres. Hanya partai politik yang berkomitmen tinggi bagi upaya perbaikan pengelolaan negara yang akan mau mengusungnya. Sangat menarik untuk menunggu dan mengikuti perkembangan politik di tahun politik ini. Tampilnya Yusril Ihza Mahendra dalam kontestasi pilpres 2024 akan menjadi kejutan sejarah. Kemenangannya akan membangun dan menata rel kenegaraan menuju arah yang benar.

Sambil menunggu kejutan sejarah itu ada baiknya kita mengenal lebih jauh Sang Satrio Piningit. Setidaknya mengenal sebagian dari perjalanan hidup dan pemikirannya.

Masa Kecil Yusril Ihza Mahendra

Nama lengkapnya Yusril Ihza Mahendra. Lahir dan dibesarkan di desa Lalang, Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung, Provinsi Bangka Belitung (Babel). Belitung adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah Timur Laut Pulau Sumatera bagian Selatan, dan pada peta dunia Pulau Belitung dikenal dengan nama Billiton.
Lahir di kampung Lalang, Manggar pada 5 Februari 1956, “Yusril masa kecil” adalah anak yang pendiam, berbicara secukupnya dan buatnya orang berbicara dengan “dua kali pun” sudah cukup, satu kali dia sudah mendengar. Ia adalah anak seorang penghulu yang juga Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) di daerahnya pada tahun 1960-1970-an. Abahnya bernama Idris Haji Zainal Ahmad. Yusril kecil gemar belajar dan bermain, usai aktivitas di sekolah dan mengaji agama, yang biasanya berakhir ba’da dzuhur akan dilanjutkan dengan pergi ke pantai.  Yusril lahir sebagai anak keenam dari rahim seorang ibu bernama Nursiha Sandon yang memiliki 11 (sebelas) saudara, di antaranya adalah Yuslim, Yusmin, Yuspi, Yuslih, Yusniar, Yusril, Yusron, Yuslaini, Yusmiati, Yushari, dan Yustiman.


Masa kecil bersama saudaranya bukanlah sebagai anak-anak di kampung pada umumnya di mana dalam tradisi masyarakat di negeri ini pola hubungan anak dengan orangtua bersifat hierarkis, sebaliknya dalam interaksi Yusril dengan orangtuanya sangat ditanamkan untuk mau dan berani mengemukakan pendapat, berdiskusi, berdebat berkaitan dengan persoalan sehari-hari sampai kepada persoalan politik.  Keluarga bapak Idris dan Ibu Nursiha Sandon dengan tekun, keras dan sabar mendidik kesebelas anaknya, yang satu di antaranya, Yusril Ihza Mahendra, kini berhasil tampil sebagai tokoh politik nasional bahkan Internasional. Ia cukup disegani dan memiliki andil terhadap perubahan penting yang terjadi di negara Republik Indonesia baik pada masa jelang Reformasi hingga setelahnya.


Yusril kecil mendapat didikan agama langsung dari kedua orangtuanya, mereka dibiasakan sholat berjamaah, dan semua dibiasakan bangun jam empat subuh. Usai sholat berjamaah, mengaji dengan diwuruk (dipandu) oleh Uma (panggilan ibu kandung Yusril Ihza Mahendra), kadang juga Bapak bila ia sedang tidak sibuk, sebab ayahnya lebih banyak di masjid dan hanya sewaktu-waktu mengajar. Setelah semua itu selesai baru kakak beradik itu bekerja dengan pembagian tugas: ada yang menanak nasi, mengepel rumah, membereskan rumah, semuanya dikerjakan dengan berbagi aktivitas diantara kakak beradik itu. Masalah etika, akhlak adalah hal penting yang harus ditaati oleh Yusril dan saudara-saudaranya, bapak dan emak menanamkan akhlak untuk berpegang kepada agama serta tata karma (norma, etika, dan kebiasaan) seperti, jika ada tamu seseorang, tidak boleh ikut nimbrung (bergabung), dan mengucapkan salam bila menerima tamu lalu dipersilahkan duduk, baru setelah itu ditanyakan maksud kedatangannya.


Karier Yusril Ihza Mahendra

Yusril sangatlah disiplin dalam sekolah, dalam belajar sangat memperhatikan apa yang sedang disampaikan oleh gurunya, dan apa yang pernah dibicarakan dengan abah di rumah khususnya mengenai permasalahan agama sering ditanyakan kembali di ruang kelas pelajaran. Yusril sempat pindah sekolah dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 ke Sekolah Dasar Negeri 5, karena SD sebelumnya kurang berprestasi. Masa Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), kecermerlangan Yusril semakin terlihat, dalam kepemimpinan ia terpilih sebagai ketua OSIS baik di masa SMP maupun SMA. Dalam bidang pelajaran juga unggul, Ia sangat akrab dengan teman-teman karena kecerdasan dan keakraban di tengah kelompok, ia mampu meyakinkan atau menerangkan, dirinya nampak memiliki keserbabisaan.  Pada masa pendidikan di Universitas, Yusril memilih merantau ke Jakarta untuk mengikuti tes di sejumlah Universitas, yaitu Universitas Indonesia, Sekolah Tinggi Publisistik (kini IIS), dan Akademi Teater Jakarta di Ikatan Kesenian Jakarta (IKJ). Pada ketiga instansi pendidikan tersebut ia diterima, namun Yusril lebih memilih Universitas Indonesia.


Pada tahun 1983, Yusril meraih gelar kesarjanaannya di bidang Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia. Selanjutnya setelah ia mengabdi sebagai dosen di Universitas Indonesia yang diiringi kiprahnya pada kepentingan umat Islam melalui perkumpulan atau perserikatan Islam modernis, ia melanjutkan pendidikannya untuk program Magister (pasca sarjana) bidang hukum dan ilmu pengetahuan Islam di Universitas Indonesia pada tahun 1984. Kemudian ia melanjutkan pendidikan ke Graduate School of Humanities and Social Studies, University of Punjab di Pakistan pada tahun 1985.


Yusril Ihza Mahendra pernah diperintahkan oleh Mohammad Natsir untuk menulis sejarah Masyumi, sekitar tahun 1980-an. Ia sangat berminat, cerdas dan menguasai apa yang dimaksud dengan modernis Islam. Salah satu karya hasil penelitiannya mengenai Masyumi, Yusril Ihza Mahendra telah menyelesaikan sebuah karya berupa tulisan monumental yang kemudian menjadi tesis untuk meraih Ph.D dari Universitas Sains Malaysia di tahun 1993 yang bertajuk Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam: Studi tentang Partai Masyumi di Indonesia dan Partai Jami’at Islam di Pakistan yang diterbitkan Paramadina, tahun 1999.


Pada tahun 1995, Yusril Ihza Mahendra melalui Menteri Sekretariat Negara Moerdiono telah diberi kepercayaan untuk diperbantukan sebagai Asisten bidang Khusus, yaitu menyusun naskah pidato (speech writer) Presiden Soeharto. Yusril beraktivitas sebagai penulis naskah pidato presiden selama tiga tahun, dalam masa itu, ia telah mengonsep naskah sebanyak lebih dari 204 naskah pidato Presiden Soeharto. Semua itu dilaluinya dengan jiwa yang lapang dan semangat mengerjakan aktivitas itu secara profesional .
Pada tahun 1998, Yusril Ihza Mahendra bersama tokoh-tokoh Islam serta Ormas Islam mendirian Partai Bulan Bintang. Partai tersebut dideklarasikan pada tanggal 26 Juli 1998 dengan menunjuk Prof. Yusril Ihza Mahendra sebagai ketua Umumnya. Partai Bulan Bintang yang dipimpin Yusril Ihza Mahendra sangat konsisten dalam memperjuangkan syariat Islam agar masuk kedalam Konstitusi Negara Republik Indonesia melalui perjuangan Amandemen UUD 1945, hal ini dibuktikan dalam sidang tahunan dari sejak Sidang MPR tahun 1999, sampai berakhirnya pembahasan Amandemen UUD 1945, sebagai sebuah konstitusi baru di tahun 2002, bersama dengan Partai Islam lainnya yaitu PPP dan PDU . Namun PBB yang hanya memiliki 14 kursi (2%) bersama PPP yang memiliki 70 kursi (10%) belum berhasil meyakinkan anggota DPR untuk menyetujui Amandemen UUD 1945 berkaitan dengan perjuangan syariat Islam, khususnya mengenai pasal 29 ayat (1) dengan rumusan dari usulan Fraksi Partai Bulan Bintang di DPR. Partai Bulan Bintang yang dipimpin Yusril Ihza Mahendra menawarkan sebuah platform perjuangan yang mengombinasikan dan mengintegrasikan antara keislaman dan keindonesiaan. Upaya membumikan ajaran Islam dalam konteks kehidupan dalam pengertian luas, diwujudkan dengan upaya politiknya yang demikian gigih untuk memperjuangkan syariat Islam didalam amandemen konstitusi.


Yusril Ihza Mahendra telah tiga kali menjabat sebagai menteri dalam kabinet Pemerintahan Indonesia. Yaitu Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Periode 1999-2001. Kemudian Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Indonesia Periode 2001-2004. Dan Menteri Sekretaris Negara Indonesia periode 2004-2007.

Karya-karya Yusril Ihza Mahendra

Yusril Ihza Mahendra merupakan tokoh, pakar hukum, dan politikus yang telah banyak menghasilkan karya-karya fenomenal. Diantara karya-karyanya tersebut ada yang berbentuk tulisan artikel, karya ilmiah, buku, dan Undang-undang. Di antara karya-karya Yusril Ihza Mahendra dalam bentuk artikel dan buku adalah antara lain adalah Dinamika Tata Negara Indonesia: Kompilasi Aktual Masalah Konstitusi, Dewan Perwakilan, dan Sistem Kepartaian, 1996; Pemerintahan yang Amanah, 1998; Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam: Perbandingan Partai Masyumi (Indonesia) dan Partai Jamaat Islami (Pakistan), 1999; Combining Activism and Intellectualism: the Biography of Mohammad Natsir (1908-1993), 1995; Mewujudkan Supremasi Hukum Di Indonesia, 2002; Modernisme Islam dan Demokrasi : Pandangan Politik Mohammad Natsir, 1994; Hukum Islam dan Pengaruhnya terhadap Hukum Nasional Indonesia, 2007; Dinamika Tata Negara Indonesia (Kompilasi Aktual Masalah Konstitusi, DPR dan Sistem Kepartaian), 1996; Fundamentalisme, Faktor dan Masa Depannya, 1996; Posisi Jaksa Agung Dalam Sistem Presidensial di Bawah UUD 1945, 2012; Kedudukan Kejaksaan dan Posisi Jaksa Agung dalam SIstem Presidensial di Bawah UUD 1945, 2002; Studi Islam di Timur dan Barat dan Pengaruhnya terhadap Pemikiran Islam Indonesia, 1994; Adakah Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman, 1996; Politik dan Perubahan Tafsir Atas Konstitusi, 2004; Perlukah UU tentang Perlindungan Fakir Miskin dan Anak Terlantar?, 1995; Fundamentalisme tidak lagi menjadi ideology politik, 1995; Natsir, Masyumi dan Ideologisasi Islam, 1994; Membangun Indonesia yang Demokratis dan Berkeadilan, 2000; Catatan Kritis dan Percikan Pemikiran Yusril Ihza Mahendra, 2001; Rekonsiliasi Tanpa Menghianati Reformasi: versi media massa, 2004; 90 Menit bersama Yusril Ihza Mahendra, 2012; Tegakkan Keadilan dan Kepastian Hukum, 2013; Ensiklopedia Pemikiran Yusril Ihza Mahendra, 2016.


Dan masih banyak lagi karya-karya yang belum ditemukan penulis, baik berupa makalah atau karya-karya yang dipublikasikan melalui media.
Sedangkan, Karya-karya Yusril Ihza Mahendra dalam Perundang-Undangan Indonesia selama menjabat sebagai Menteri pada Kabinet Pemerintahan Indonesia adalah antara lain, UU Pemerintahan Aceh; UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK); UU Mahkamah Konstitusi (MK); UU PPATK; PERPPU Terorisme; UU Kekuasaan Kehakiman; UU Kejaksaan; UU Kepolisian; UU TNI; UU Kepolisian Negara; UU Notaris; UU Advokat; UU Lalu Lintas.
Dan masih banyak lagi karya-karya dalam Perundang-Undangan yang belum ditemukan penulis. Ada pula karya-karyanya dalam bidang seni, baik seni lukis maupun film.

Pandangan Visioner Kenegaraan Yusril Ihza Mahendra

Dilahirkan dan dibesarkan di kampung, Yusril tidak punya hayalan yang tinggi untuk menjadi seorang tokoh besar. Namun, cita-cita dalam kenegaraan dan keislaman Yusril tidak berubah dari dulu, Yusril Ingin Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) utuh. Menjadi sebuah bangsa dan negara yang besar. Dimana Islam memainkan peranan penting dinegara Indonesia. Sehingga lahir sebuah Indonesia yang modern, dan Islami. Yusril ingin kedepan Indonesia menjadi lebih baik yang benar-benar menjalankan demokrasi.


Yusril Ihza Mahendra merupakan seorang pemikir gerakan modernis Islam. Dalam gerakan tersebut, ada dua hal yang terkandung dalam gerakan modernism yang berhubungan dengan Islam. Yaitu, Pertama memberikan suatu pesan atau isyarat sejarah bahwa adanya suatu tuntutan serta kekuatan dari para pemikir, anggota maupun tokoh Islam di masa lalu untuk mengembalikan ajaran Islam yang sampai kini telah menyebar ke pelosok dunia. Yang Kedua, adalah suatu faham sekaligus metode yang memberikan pencerahan bagi umat Islam mengenai adanya hubungan erat antara ruh ajaran agama dengan kemajuan atau perubahan (modernization) peradaban manusia.


Dalam gerakan pemikiran modernis Islam, Yusril dalam pemikirannya dipengaruhi oleh seorang tokoh gerakan modernis Islam yaitu Mohammad Natsir. yang merupakan tokoh Masyumi, lahir 17 Juli 1908 dikampung jembatan berukir, kota Alahan Panjang, Sumatera Barat. Gerakan modernis Islam di Indonesia muncul pada dekade kedua dan ketiga abad ke 20 dengan lahirnya Muhammadiyah, Persatuan Islam, dan Al Irsyad yang merupakan gerakan sosial keagamaan serta sarekat yang merupakan politik. Al Qur-an  dan Sunnah merupakan sarana control dalam pemikiran modernis Islam.


Yusril Ihza Mahendra dalam pemikiran politiknya yaitu Etika Islam dalam Perpolitikan di Indonesia, mengemukakan bahwasanya sumbangan terbesar dalam pembangunan politik di Indonesia yaitu dibidang etika dan juga konsepsi dasar dibidang politik, yang merupakan dalam bentuk keadilan, demokrasi dan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia. Menurut pandangan Yusril Ihza Mahendra, Islam tidak dapat dipisahkan dari politik, karena menurutnya sejarah awal kebangkitan ajaran Islam yang telah dibawa oleh Rasulullah di Jazirah Arab telah membuktikannya, betapa memang islam tidak bisa dipisahkan dari politik. Norma-norma etika harus hidup di dalam hati setiap orang. Dia harus tumbuh sebagai kesadaran. Dasar dari segala norma etika adalah keadilan.


Pemikiran politik lainnya dari Yusril Ihza Mahendra adalah Perjuangan Syariat Islam dalam Amandemen Konstitusi. Dalam hal ini Yusril mengemukakan bahwasanya penerapan syariat Islam sudah ada sejak jaman Kolonial Belanda, dan sudah diberlakukannya Syariat Islam walaupun hanya sebatas masalah ibadah dan hukum perdata saja, artinya masih terbatas pada bagian tertentu saja tapi intinya sudah ada pengakuan mengenai keberadaan hukum Islam dalam Masyarakat Indonesia.

Dan setelah itu Yusril Ihza Mahendra mengajukan gagasan menjadikan syariat Islam sebagai sumber hukum.  Menurutnya syariat Islam merupakan sumber tertinggi dalam sebuah Negara, syariah sebagai sumber hukum dan syariah sebagai hukum menurutnya berbeda. Karena apabila syariah sebagai sumber hukum, syariah menjadi rujukan dalam membentuk hukum nasional. Karena telah diketahui bahwasanya syariah dalam bidang muamalat yang detail hanya terbatas dalam hukum perkawinan dan warisan, dan diluar bidang itu hanya merupakan prinsip-prinsip dan dapat ditransformasikan menjadi hukum nasional.
Yusril Ihza Mahendra adalah seorang pakar hukum tata negara, intelektual, cendekiawan muslim, dan politikus Indonesia. Walaupun memiliki kemampuan membaca, menelaah, dan menjelaskan kitab-kitab klasik dan referensi ilmu-ilmu islam, Yusril sering mengatakan bahwa ia bukan ahli di bidang hukum Islam. Hal ini dikarenakan secara formal fokus kajian akademisnya adalah hukum tata negara. Dalam pemikiran dan kajian terkait dengan transformasi syari’at Islam ke dalam hukum nasional terdapat titik singgung antara kaidah-kaidah hukum Islam dengan hukum tata negara. Selain itu, terkait juga dengan sejarah hukum, sosiologi hukum, dan filsafat hukum yang menjadi minat kajian akademisnya juga selama ini.


Sebagai politisi yang sekaligus pakar hukum tata negara Yusril sangat memahami persoalan mendasar yang dihadapi bangsa dan negara Indonesia. Karena itu ia menaruh perhatian yang sangat besar terhadap perjalanan bangsa dan negara ini sepanjang hidupnya. Ketika berada didalam pemerintahan dia memberikan pengabdiannya dengan totalitas dan maksimal untuk melakukan perbaikan-perbaikan, khususnya dalam sistem ketatanegaraan. Begitupun ketika sedang diluar pemerintahan Yusril tetap berkontribusi memberikan sumbangan pemikiran baik diminta atau tidak. langsung atau tak langsung.


Yusril adalah juga seorang pejuang. Terutama dalam ranah politik, hukum dan keadilan. Tetapi dia selalu menegaskan dan mengajak kepada siapapun bahwa setiap perjuangan hendaklah dilakukan secara sah dan konstitusional. Yusril sangat sering memberikan masukan dan kritik terhadap setiap rencana langkah kebijakan pemerintah yang dipandangnya berpotensi menimbulkan permasalahan bagi perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia akan terus memberikan masukan dan kritik yang disertai alternatif solusi. Namun ketika pemerintah sudah mengambil keputusan, maka Yusril akan berhenti melakukan kritik. Dia menghormati setiap keputusan yang diambil pemerintah, walaupun tidak sejalan dengan pendapatnya. Sebab keputusan pemerintah merupakan bagian dari hukum negara yang harus dihormati oleh setiap warga negara.


Yusril adalah pakar hukum yang taat hukum. Pakar konstitusi yang menghormati konstitusi. Dalam diri Yusril ada kesesuaian antara ilmu, ucapan, sikap, pendirian, dan prakteknya. Konsistensi inilah yang menyebabkan banyak kalangan menyebutnya sebagai Begawan Hukum Indonesia, Bapak Konstitusi Indonesia, dan Sang Negarawan Sejati.

Komentar